Skip to main content

Surat Untuk Arani.


Teruntuk Arani,

Kabarku masih sama, Arani.
Pada setiap malam, aku mengangkat tangan untuk menyelipkan namanya dalam doa, dan bertahan terlelap diantara keyakinan datangnya sedih pagi hari. aku benar-benar menyelipkan sebuah ruang di kata itu. seperti mengumumkannya kepada setiap orang yang lewat, dengan maksud “dilarang mendekat”. karena aku sedih. se-dih.

Arani, sekeras apapun aku tertidur, pada akhirnya aku terbangun. perasaan nyeri yang unik semakin nyeri. Mimpiku masih tentang dia. setiap malam, dihampir semua babak bangun-tidur-bangun-tidur-bangun-aku. Bagaimana aku tidak capek?

Sebagian begitu indah sampai rasanya ingin marah.
kenapa aku terbangun? tidak bisa aku terus hidup di cerita barusan? mengapa tidak menjadi nyata saja? hidup rasanya akan lebih mudah jika sama seperti alur tadi. Pepohonannya masih hijau lebat, Arani. matahari begitu ramah dikulitku. kamu harus tau, dia memujiku cantik menggunakan gaun yang dibelinya, tentu dia begitu tampan dengan balutan kemeja senada dengan punyaku. dan rambutku tetap terurai agar dia bisa membelai. Aku tidak berlarian, kami jalan berdampingan. bukannya itu tanda yang indah, Arani?

Belakangan ini aku banyak menerka-nerka, dan percaya akan segera jadi nyata. Benar saja ketika lelah bermimpi, air mata dengan sendirinya turun lagi, kemudian otak memberi pesan kepada mulut, “rindu”. Di setiap paginya, selalu saja terjadi, semua terdiam membeku diantara dingin.

Aku tumbuh bersama keadilan yang di-nomor satu-kan, aku benci ketika anjingku memaki kucing tetangga. Kamu tahu, Arani, Asga anjingku mulai terlihat sedikit memuakkan. Aku banyak membentaknya karena memang patut, tidak ada lagi belaian dalam beberapa waktu jika dia berulah. aku menghukumnya. Tapi pada siapa aku harus membentak untuk ketidak-adilan ini, Arani?
Banyak dikepala ku yang harus aku tuangkan, yang harus aku minta pertanggung jawabannya. tapi ditujukan untuk siapa, Arani?
Rindu ini seperti balasan dari kejahatanku. tapi benarkah ini, jahatkah aku?
Mimpi dan udara seolah menjadi kawanan pembenci aku nomor satu. mereka membentuk koalisi dan mendera aku ke seluruh aspek hidupku, sel tubuhku. Aku jadi seperti takut untuk rebahan, tapi enggan bangkit nantinya. Di setiap malam, ketika menarik selimut dan bersembunyi di balikknya, aku mulai berfantasi, namun lebih seperti melihat aku-yang-bersama-dia sehingga paginya, aku bersedih karena aku hanya melihat-aku-yang-bersama-dia-dalam-mimpi.

Arani, apakah memang rindu sejahat ini?



Salam
Danissah.

Comments

Popular posts from this blog

Surat Untuk Arani (2)

Teruntuk Arani, Mungkin aku terlalu resah, dan tergesa-gesa. Jika berkenan, tolong beri aku sedikit keringanan. Lagu apa yang harus ku putarkan untuk menenangkan semua yang hidup dalam satu tubuh --tubuhku? Gerakan seperti apa yang bisa ku berikan agar semuanya tenang dan memaafkan dunia yang berisik juga penuh sisik? Arani, kali ini bukan soal superior penuh pengorbanan, tapi.... setidaknya, dalam semesta ini, bukankah harus ada yang waras dan tetap berjalan? Arani, tolong. tolonglah sedikit saja. buat semua tenang. aku ingin tidur malam ini. Salam, Danissah.